Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai
kerajaan Islam yang pertama. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini
tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Prof. A. Hasymy,
berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi
dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan
Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9.
Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi
setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan
kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami
kemunduran.
Dengan
kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah
Silu dari
Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten
Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka. Untuk mengetahui
letak Samudra Pasai, simaklah gambar peta Sumatera berikut ini.
Peta lokasi Kerajaan Samudera PasaiBerdasarkan lokasi kerajaan Samudra Pasai tersebut, maka dapatlah dikatakan posisi Samudra Pasai sangat strategis karena terletak di jalur perdagangan internasional, yang melewati Selat Malaka.Dengan posisi yang strategis tersebut, Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudra Pasai berkembang sebagai bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang datang dari arah barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur. Keadaan ini mengakibatkan Samudra Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.Kehidupan PolitikKerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak uraian materi berikutnya.Kehidupan EkonomiDengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.Menurut cerita Ibnu Batutah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).Demikianlah uraian materi tentang kehidupan ekonomi Samudra Pasai, sekarang Anda bandingkan dengan uraian materi berikutnya.Kehidupan Sosial BudayaKemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak pada kehidupan sosial, masyarakat Samudra Pasai menjadi makmur. Dan di samping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai dengan syariat Islam.Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang memberikan tanda mata kepada para tamu.Samudra Pasai mengembangkan sikap keterbukaan dan kebersamaan. Salah satu bukti dari hasil peninggalan budayanya, berupa batu nisan Sultan Malik al-Saleh dan jirat Putri Pasai. Untuk menambah pemahaman Anda tentang batu nisan tersebut, simaklah gambar berikut ini
Nisan Malik al-SalehDari gambar tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa batu nisan tersebut berasal dari Gujarat (India). Hal ini berarti kerajaan Samudra Pasai bersifat terbuka dalam menerima budaya lain yaitu dengan memadukan budaya Islam dengan budaya India.Kerajaan DemakDemak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.Kehidupan PolitikLokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518).Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 – 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 – 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan.Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk Jakarta.Kemenangan gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.Kehidupan EkonomiSeperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.Kehidupan Sosial BudayaKehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.Kerajaan BantenBanten awalnya merupakan salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda. Pelabuhan ini direbut 1525 oleh gabungan dari tentara Demak dan Cirebon. Setelah ditaklukan daerah ini diislamkan oleh Sunan Gunung Jati. Pelabuhan Sunda lainnya yang juga dikuasai Demak adalah Sunda Kelapa, dikuasai Demak 1527, dan diganti namanya menjadi Jayakarta.Kehidupan PolitikBerkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang raja-raja yang memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut ini.Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda.Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta.Di Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602. Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC. Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.Kehidupan EkonomiKerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa.Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada.Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.Kehidupan Sosial BudayaKehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).Dalam bidang kebudayaan : kerajaan Bnaten pernah inggal seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya. Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa. Untuk lebih jelasnya, silahkan Anda amati bentuk Masjid Agung Banten pada gambar ini.
Yang perlu Anda ketahui bahwa arsitek Masjid Agung
Banten tersebut adalah Jan
Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama
Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti
benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
Kerajaan
Mataram
Nama kerajaan Mataram tentu sudah pernah Anda dengar
sebelumnya dan ingatan Anda pasti tertuju pada kerajaan Mataram wangsa Sanjaya
dan Syailendra pada zaman Hindu-Budha.
Kerajaan Mataram yang akan dibahas dalam modul ini,
tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram zaman Hindu-Budha. Mungkin hanya
kebetulan nama yang sama. Dan secara kebetulan keduanya berada pada lokasi yang
tidak jauh berbeda yaitu Jawa Tengah Selatan.
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah
daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut
diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki
Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang
menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang.
Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya
yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai komando pasukan pengawal raja.
Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya
sebagai adipati di Kota Gede tersebut.
Setelah pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir,
maka kembali terjadi perang saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya
dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden
Trenggono.
Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak
daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong
Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya.
Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang saudara
dapat diatasi dan karena ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo
menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan
Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah kerajaan Mataram.
Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian
Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta sekarang.
Dari
penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham, untuk
mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan kerajaan Mataram, maka simaklah
uraian materi berikut ini.
Kehidupan
Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal
pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun,
Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan
memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya
yaitu Mas
Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.
Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa
yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan
Mataram dengan menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri dari Mataram.
Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan
dikenal dengan sebutan Panembahan
Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya yang menjadi raja
Mataram adalah Mas
Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing alogo
Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645.
Sultan Agung merupakan raja terbesar dari kerajaan ini. Pada masa
pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya, karena ia seorang raja yang gagah
berani, cakap dan bijaksana.
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya
kecuali Batavia dan Banten.
Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau
Jawa, Sultan Agung juga berusaha mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu
Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan
1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan
serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat Mataram ke
Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan kaki,
sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan
daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi
yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan Mataram
kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah
penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna.
Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu
juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram.
Untuk selanjutnya silahkan Anda diskusikan dengan
teman-teman Anda mencari penyebab kegagalan yang lain serangan Mataram ke
batavia. Hasil diskusi Anda dapat dikumpulkan pada guru bina Anda dan kemudian
lanjutkan menyimak uraian materi selanjutnya.
Walaupun penyerangan terhadap Batavia mengalami
kegagalan, namun Sultan Agung tetap berusaha memperkuat penjagaan terhadap
daerah-daerah yang berbatasan dengan Batavia, sehingga pada masa
pemerintahannya VOC sulit menembus masuk ke pusat pemerintahan Mataram.
Setelah wafatnya Sultan Agung tahun 1645, Mataram
tidak memiliki raja-raja yang cakap dan berani seperti Sultan Agung, bahkan
putranya sendiri yaitu Amangkurat I dan cucunya Amangkurat II, Amangkurat III,
Paku Buwono I, Amangkurat IV, Paku Buwono II, Paku Buwono III merupakan
raja-raja yang lemah. Sehingga pemberontakan terjadi antara lain Trunojoyo
1674-1679, Untung Suropati 1683-1706, pemberontakan Cina 1740-1748.
Kelemahan raja-raja Mataram setelah Sultan Agung
dimanfaatkan oleh penguasa daerah untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mataram
juga VOC. Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibukota dengan cara
mengadu-domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC.
VOC
berhasil menaklukan Mataram melalui politik devide et impera, kerajaan Mataram
dibagi dua melalui perjanjian Gianti tahun 1755. Sehingga Mataram yang luas
hampir meliputi seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah belah :
1.
Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan
Hamengkubuwono I.
2. Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku
Buwono III.
Belanda ternyata belum puas memecah belah kerajaan
Mataram. Akhirnya melalui politik adu-domba kembali tahun 1757 diadakan
perjanjian Salatiga. Mataram terbagi 4 wilayah yaitu sebagian Surakarta
diberikan kepada Mangkunegaran selaku Adipati tahun 1757, kemudian sebagian
Yogyakarta juga diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati tahun 1813.
Demikianlah perkembangan politik kerajaan Mataram.
Untuk menambah pemahaman Anda, buatlah silsilah raja-raja Mataram dari awal
berdirinya Mataram sampai tahun 1757. Sebagai referensinya Anda dapat membaca
buku paket Sejarah Nasional Jilid II (Depdikbud) di perpustakaan sekola induk
Anda. Selanjutnya silahkan Anda simak uraian materi tentang kehidupan ekonomi
dan sosial budaya berikut ini.
Kehidupan
Ekonomi
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram
berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang
pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan
dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir. Dalam
bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di
Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di
samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang
perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor
karena pada abad ke-17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat
itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung
oleh hasil bumi Mataram yang besar. Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah
memahami? Kalau sudah paham, bandingkan dengan uraian materi selanjutnya.
Kehidupan
Sosial Budaya
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat
Mataram disusun berdasarkan sistem feodal. Dengan sistem tersebut maka raja
adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan,
raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan
upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut
dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya
adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan
adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa
yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki
kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan.
Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni
sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam
pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya
gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada
masa Sultan Agung.
Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam
adalah penggunaan kalender Jawa, adanya kitab filsafat sastra gending dan kitab
undang-undang yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil
karya dari Sultan Agung sendiri.
Di samping itu juga adanya upacara Grebeg pada
hari-hari besar Islam yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari
berbagai makanan maupun hasil bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi
sejak zaman Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.
Kerajaan
Gowa – Tallo
Gambar 15 merupakan peta Sulawesi Selatan. Di Sulawesi
Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone,
Sopeng, Wajo dan Sidenreng.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan
sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk
persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih
dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota
dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi
Sulawesi Selatan.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki
posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan
Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik
yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia
bagian Barat.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar
berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan
Nusantara. Maka untuk menambah pemahaman Anda tentang perkembangan kerajaan
Makasar tersebut, silahkan simak uraian materi berikut ini.
Kehidupan
Politik
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh
Datuk Robandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang
pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah
Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah
Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai
Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan
Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan raja Malekul Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya
pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa
pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan
menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang
keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur
perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal
sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia
menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa
di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia
Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi
tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan
menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah
Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin
memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku.
Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan
Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan
Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah
oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan
Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat
menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus
mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang
isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi
dari perjanjian Bongaya antara lain:
a.
VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b.
Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c.
Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau
di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan
Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan
Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan
Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Demikianlah
kehidupan politik tentang kerajaan Makasar. Untuk selanjutnya Anda dapat
menyimak uraian materi kehidupan ekonomi berikut ini.
Kehidupan
Ekonomi
Seperti yang telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar
merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di
Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak
yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang
yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai
pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing
seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang
di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur
berdasarkan hukum niaga yang disebut denganADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE (ket: artinya apa),
sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar
menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain
perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga
menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan
Sosial Budaya
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat
Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan
taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk
menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk
berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya
mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang
disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap
norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga
mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan
golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya
disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak
menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar
dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.
Kerajaan
Ternate – Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan
Maluku. Maluku adalah kepualuan yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan
Pulau Irian. Jumlah pulaunya ratusan dan merupakan pulau yang bergunung-gunung
serta keadaan tanahnya subur.
Keadaan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan
rimba, maka daerah Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan
pala.
Cengkeh dan pala merupakan komoditi perdagangan
rempah-rempah yang terkenal pada masa itu, sehingga pada abad 12 ketika
permintaan akan rempah-rempah sangat meningkat, maka masyarakat Maluku mulai
mengusahakan perkebunan dan tidak hanya mengandalkan dari hasil hutan.
Perkebunan
cengkeh banyak terdapat di Pulau Buru, Seram dan Ambon.
Dalam rangka mendapatkan rempah-rempah tersebut,
banyak pedagang-pedagang yang datang ke Kepulauan Maluku. Salah satunya adalah
pedagang Islam dari Jawa Timur. Dengan demikian melalui jalan dagang tersebut
agama Islam masuk ke Maluku, khususnya di daerah-daerah perdagangan seperti
Hitu di Ambon, Ternate dan Tidore.
Selain melalui perdagangan, penyebaran Islam di Maluku
dilakukan oleh para Mubaligh (Penceramah) dari Jawa, salah satunya Mubaligh
terkenal yaitu Maulana Hussain dari Jawa Timur yang sangat aktif menyebarkan
Islam di maluku sehingga pada abad 15 Islam sudah berkembang pesat di Maluku.
Dengan berkembangnya ajaran Islam di Kepulauan Maluku,
maka rakyat Maluku baik dari kalangan atas atau rakyat umum memeluk agama
Islam, sebagai contohnya Raja Ternate yaitu Sultan Marhum, bahkan putra
mahkotanya yaitu Sultan Zaenal Abidin pernah mempelajari Islam di Pesantren
Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur sekitar abad 15. Dengan demikian di Maluku
banyak berkembang kerajaan-kerajaan Islam.
Dari sekian banyak kerajaan Islam di Maluku, kerajaan
Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan Islam yang cukup menonjol peranannya,
bahkan saling bersaing untuk memperebutkan hegemoni (pengaruh) politik dan
ekonomi di kawasan tersebut.
Untuk menambah pemahaman Anda tentang perkembangan
kerajaan Ternate dan Tidore dalam berbagai aspek kehidupan, maka simaklah
uraian materi berikut ini.
Kehidupan Politik
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil
rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah tersebut menjadi komoditi utama
dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15 – 17. Demi kepentingan
penguasaan perdagangan rempah-rempah tersebut, maka mendorong terbentuknya
persekutuan daerah-daerah di Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima danUlisiwa.
Ulilima berarti persekutuan lima bersaudara yang
dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon.
Sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan sembilan bersaudara yang terdiri dari
Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halmahera
sampai Irian Barat.
Antara persekutuan Ulilima dan Ulisiwa tersebut terjadi
persaingan. Persaingan tersebut semakin nyata setelah datangnya bangsa Barat ke
Kepulauan Maluku.
Bangsa barat yang pertama kali datang adalah Portugis
yang akhirnya bersekutu dengan Ternate tahun 1512. Karena persekutuan tersebut
maka Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate.
Spanyol pun datang ke Maluku pada waktu itu bermusuhan
dengan Portugis. Akhirnya Spanyol di Maluku bersekutu dengan Tidore.
Akibat persekutuan tersebut maka persaingan antara
Ternate dengan Tidore semakin tajam, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan
antara keduanya yang melibatkan Spanyol dan Portugis. Dalam peperangan tersebut
Tidore dapat dikalahkan oleh Ternate yang dibantu oleh Portugis.
Keterlibatan Spanyol dan Portugis pada perang antara
Ternate dan Tidore, pada dasarnya bermula dari persaingan untuk mencari pusat
rempah-rempah dunia sejak awal penjelajahan samudra, sehingga sebagai akibatnya
Paus turun tangan untuk membantu menyelesaikan pertikaian tersebut.
Usaha yang dilakukan Paus untuk menyelesaikan pertikaian
antara Spanyol dan Portugis adalah dengan mengeluarkan dekrit yang berjudul
Inter caetera Devinae, yang berarti Keputusan Illahi. Dekrit tersebut
ditandatangani pertama kali tahun 1494 di Thordessilas atau lebih dikenal
dengan Perjanjian Thordessilas. Dan selanjutnya setelah adanya persoalan di
Maluku maka kembali Paus mengeluarkan dekrit yang kedua yang ditandatangani
oleh Portugis dan Spanyol di Saragosa tahun 1528 atau disebut dengan Perjanjian Saragosa.
Perjanjian Thordessilas merupakan suatu dekrit yang
menetapkan pada peta sebuah garis maya perbatasan dunia yang disebut Garis
Thordessilas yang membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan melalui
Kepulauan Verdi di sebelah Barat benua Afrika. Wilayah di sebelah Barat Garis
Thordessilas ditetapkan sebagai wilayah Spanyol dan di sebelah Timur sebagai
wilayah Portugis.
Sedangkan Perjanjian Saragosa juga menetapkan sebuah
garis maya baru sebagai garis batas antara kekuasaan Spanyol dengan kekuasaan
Portugis yang disebut dengan Garis Saragosa. Di mana garis tersebut membagi
dunia menjadi 2 bagian yaitu Utara dan Selatan. Bagian Utara garis Saragosa
merupakan kekuasaan Spanyol dan bagian Selatannya adalah wilayah kekuasaan
Portugis. Dari penjelasan tersebut apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham
simaklah uraian materi selanjutnya.
Dengan adanya perjanjian Saragosa tersebut, maka
sebagai hasilnya Portugis tetap berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol harus
meninggalkan Maluku dan memusatkan perhatiannya di Philipina. Sebagai akibat
dari perjanjian Saragosa, maka Portugis semakin leluasa dan menunjukkan
keserakahannya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku. Tindakan sewenang-wenang Portugis menimbulkan kebencian di kalangan
rakyat Ternate, bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan rakyat di pulau-pulau
lainnya bersatu untuk melawan Portugis. Perlawanan terhadap Portugis pertama
kali dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate, sehingga perang berkobar dan
benteng pertahanan Portugis dapat dikepung. Dalam keadaan terjepit tersebut,
Portugis menawarkan perundingan. Akan tetapi perundingan tersebut merupakan
siasat Portugis untuk membunuh Sultan Hairun tahun 1570.
Dengan kematian Sultan Hairun, maka rakyat Maluku
semakin membenci Portugis, dan kembali melakukan penyerangan terhadap Portugis
yang dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1575. Perlawanan ini lebih hebat
dari sebelumnya sehingga pasukan Sultan Baabullah dapat menguasai benteng
Portugis. Keberhasilan Sultan Baabullah merebut benteng Sao Paolo mengakibatkan
Portugis menyerah dan meninggalkan Maluku. Dengan demikian Sultan Baabullah
dapat menguasai sepenuhnya Maluku dan pada masa pemerintahannya tahun 1570 –
1583 kerajaan Ternate mencapai kejayaannya karena daerah kekuasaannya meluas
terbentang antara Sulawesi sampai Irian dan Mindanau sampai Bima, sehingga
Sultan Baabullah mendapat julukan‘Tuan dari 72 Pulau’.
Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Ternate dan
Tidore. Untuk selanjutnya Anda dapat menyimak uraian materi tentang kehidupan
ekonomi berikut ini.
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Ternate dan Tidore berkembang sebagai
kerajaan Maritim. Dan hal ini juga didukung oleh keadaan kepulauan Maluku yang
memiliki arti penting sebagai penghasil utama komoditi perdagangan
rempah-rempah yang sangat terkenal pada masa itu. Dengan andalan rempah-rempah
tersebut maka banyak para pedagang baik dari dalam maupun luar Nusantara yang
datang langsung untuk membeli rempah-rempah tersebut, kemudian diperdagangkan
di tempat lain.
Dengan kondisi tersebut, maka perdagangan di Maluku
semakin ramai dan hal ini tentunya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Maluku.
Adanya monopoli dagang Portugis maka perdagangan menjadi tidak lancar dan
menimbulkan kesengsaraan rakyat di Maluku.
Dari penjelasan tersebut, apakah Anda memahami? Kalau
Anda sudah paham, simak uraian materi kehidupan sosial budaya berikut ini.
Kehidupan Sosial Budaya
Masuknya Islam ke Maluku maka banyak rakyat Maluku
yang memeluk agama Islam terutama penduduk yang tinggal di tepi pantai,
sedangkan di daerah pedalaman masih banyak yang menganut Animisme dan
Dinamisme.
Dengan kehadiran Portugis di Maluku, menyebabkan agama
Katholik juga tersebar di Maluku. Dengan demikian rakyat Maluku memiliki
keanekaragaman agama. Perbedaan agama tersebut dimanfaatkan oleh Portugis untuk
memancing pertentangan antara pemeluk agama. Dan apabila pertentangan sudah
terjadi maka pertentangan tersebut diperuncing oleh campur tangan orang-orang
Portugis. Dalam bidang kebudayaan yang merupakan peninggalan kerajaan Ternate
dan Tidore terlihat dari seni bangunan berupa bangunan Masjid dan Istana Raja
dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar